Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Membentuk Jiwa Sosial Pendidikan Anak

Penulis: Agus Riyanto

Membentuk Jiwa Sosial Pendidikan Anak
Anak merupakan peniru terbaik, pada usia anak-anak semua hal masih bisa ditiru. Orang tua sebagai role model pembentukan kepribadian dan karakter anak, sudah sepantasnya untuk lebih berhati-hati dan sungguh-sungguh dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua justru jangan hanya mengandalkan pendidikan di sekolah/ madrasah saja, karena kebersamaan orang tua dengan anak memiliki intens yang lebih lama dibandingkan anak di sekolah/ madrasah.

Ada sebuah perkataan bahwa “belajar di waktu kecil, seperti mengukir diatas batu”. Pernyataan tersebut kiranya tidak berlebihan, karena mengajarkan dan mendidik pada usia anak memang sangat sulit dan butuh ketelatenan luar biasa. Akan tetapi, justru dari sulitnya proses tersebut, maka akan sangat membekas sampai jangka waktu yang sangat lama. Sehingga, disinilah tantangan kepada orang tu agar mengukir dalam diri anak-anaknya dengan ukiran yang bernilai, berbudi, dan kepribadian sosial yang kuat. Dalam rangka mempersiapkan anak memasuki kehidupan sosial dan memberikannya bekal dibidang sosial kemasyarakatan, selayaknya kita sebagai orang tua mencoba beberapa hal berikut:

1. Program Tabungan Sosial
Program ini cukup sederhana, yaitu kita sebagai orang tua hanya mengajak anak untuk menyisihkan sedikit uang (bisa dari sisa uang saku atau diberikan uang khusus) untuk ditabung pada alat yang kita sediakan. Sediakan sebuah alat untuk anak menabung, bisa dibuat dari buku bambu (bumbung) atau membeli di toko-toko. Alat ini merupakan alat untuk menabung anak, beri waktu selama satu atau setengah bulan untuk dibuka.

Ajaklah anak untuk membelanjakan hasil tabungannya dengan berbagai macam makanan atau bahan sembako (misal gula, teh, roti, dan minyak goreng), sediakan cheklist orang-orang yang harus dibantunya dalam bulan itu. Bantu anak membungkus bahan-bahan tadi dalam plastik-plastik, lalu antarkan anak untuk memberikannya kepada orang-orang dalam cheklist tadi.

Jangan lupa, ajari anak kita cara bertutur saat memberikan bantuannya. Minimalisir ikut campur orang tua dalam proses pemberiannya, biarkan anak yang berkomunikasi, biarkan jiwa mereka dibentuk oleh orang-orang yang diberinya tadi, orang tua cukup mengawasi saja.

Program ini tiada batasan minimal dalam hal waktu, jumlah orang, dan macam barang yang harus diberikan. Sedikit tetapi istiqomah lebih baik daripada banyak tetapi tidak istiqomah. Bimbing anak kita melakukannya, insya allah ketika mereka dewasa akan memiliki jiwa kepedulian sosial yang tinggi, terutama kepada orang-orang yang membutuhkan dimanapun mereka nantinya bertempat tinggal.

2. Program Kunjungan Tetangga
Kita menyadari bahwa sebagai seorang muslim, tetangga merupakan keluarga terdekat kita, walaupun tiada hubungan darah sekalipun. Maka sudah selayaknyalah kita sebagai orang tua untuk mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mengenal dan berinteraksi dengan tetangga-tetangga kita. Mengenal dan mengunjungi tetangga dimasa modern ini merupakan sesuatu hal yang langka. Bahkan dalam banyak kehidupan yang serba individualis ini, kita sendiri kadang-kadang tidak mengenal tetangga kita di sekitar rumah kita.

Untuk menumbuhkan rasa keakraban dan pengenalan terhadap tetangga, cobalah hal-hal kecil berikut ini:

a. Meminta tolong anak membeli/ berbelanja sesuatu di toko terdekat
Membeli/ berbelanja sesuatu di toko tetangga memang jarang saat ini dilakukan, biasanya kita lebih suka berbelanja di pusat perbelanjaan / Mall / Supermarket. Alangkah baiknya jika kita meminta anak-anak kita berbelanja sesuatu ke toko-toko tetangga kita. Dari bebrbelanja di tetangga, sudah secara otomatis anak akan lebih sering berkomunikasi dengan orang di sekitarnya, sehingga berbelanja mereka tidak hanya jajan dan membeli mainan.
b. Meminta anak mengantarkan makanan
Mendidik anak untuk mengenal tetangga juga bisa dilakukan dengan membiasakan anak mengantar pemberian kita kepada tetangga. Orang tua cukup menyediakan makanan (bisa dimasak sendiri atau membeli), mintalah anak untuk mengantar kepada tetangga kita, jika kita berada dalam komplek perumahan tulislah nomor rumah tetangga kita, suruh mereka menanyakan nama, keadaan dan menyampaikan salam dari kita.

c. Mengajak anak berjalan kaki menuju Masjid/ Musholla
Salah satun kebiasaan baik seorang muslim adalah sholat berjamaah. Kewajiban memakmurkan masjid sepantasnya kita tanamkan kepada anak-anak kita, agar mereka menjadi pemuda-pemuda yang cinta kepada masjid. Selain memakmurkan masjid, ada misi lain dengan mengajak anak-anak ke masjid setiap sholat berjamaah, yaitu mengajarkan anak mengenal tetangga.

Biasakan agar kita pergi ke masjid dengan berjalan kaki, dengan berjalan kaki selain mendapat pahala lebih banyak, juga bisa membiasakan anak untuk bertemu dan menyapa tetangga-tetangga kita. Langkah ini bisa juga menjadi syiar agar tetangga kita yang muslim juga mau pergi sholat berjamaah ke masjid. Ibaratnya, sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui.

3. Mengajak anak menjenguk tetangga yang sakit
Ajaklah anak-anak kita menjenguk tetangga kita yang sakit, ajarkan mereka doa menjenguk orang sakit, dan ajarkan juga untuk menghibur orang yang sedang sakit agar cepat diberi kesembuhan. Menjenguk orang sakit merupakan salah satu kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya. Menjenguk orang sakit juga bisa mengajarkan sikap kepedulian dan menyadarkan kita agar selalu men-syukuri nikmat kesehatan.

4. Mengajak Anak Mengunjungi Keluarga Besar
Menjaga silaturohmi dan silaturohim merupakan ajaran pokok dalam Islam. Bahkan karena pentingnya, Rasulullah mengatakankan bahwa siapapun yang menjaga silaturohmi dan silaturohim maka akan panjang umurnya dan banyak rizkinya.

Mengenalkan anak kepada keluarga besar dengan berkunjung merupakan langkah sederhana di zaman serba mudah ini. Sering-seringlah pergi berkunjung, karena dengan demikian anak-anak kita akan mengenal paman, bibi, dan saudara sepupunya. Dengan saling mengenal, maka dengan sendirinya anak-anak kita akan berusaha untuk meneruskan kebiasaan berkunjung di masa yang akan datang. Selain itu, jiwa sosial anak akan tumbuh jika kita semakin banyak mengenalkan anak kita dengan keluarga besar kita yang tentunya sangat beragam dalam kehidupan dan pola pikirnya.

5. Meminimalisir Waktu Bermain Dirumah
Memanjakan anak memang tidak salah, memberikan mereka mainan agar tidak berbeda dengan teman-temannya juga merupakan hak anak. Akan tetapi, jika kita membiasakan anak untuk bermain (game komputer, tablet, atau HP), maka hal ini akan berakibat pada perkembangan mentalnya. Dengan banyak bermain game, maka justru akan membentuk jiwa yang individualis, ingin serba instan, kurang peduli, dan labil secara emosi. Aturlah jadwal bermain anak, minimalisir anak bermain game.

Perbanyaklah mengajak anak untuk membaca buku, mengaji, bersih-bersih rumah, mencuci motor/ mobil, mengecat kursi dan meja, menata dan menanam bunga dalam pot-pot, menyirami bunga, menyapu dan mengepel ruangan, dan lain-lain. Intinya, biasakan anak untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan-legiatan yang akan mereka butuhkan kelak saat mereka dewasa.

Demikian beberapa hal sederhana membentuk jiwa sosial anak, sebagai orang tua sudah merupakan kewajiban kita untuk mempersiapkan anak-anak kita memiliki jiwa sosial yang tinggi. Jiwa sosial diperlukan anak saat mereka dewasa nanti, karena saat itulah sebenarnya mereka menjalani kehidupan. Jika kita mempersiapkan semenjak dini, maka insya allah anak-anak kita akan menjadi generasi yang berjiwa sosial tinggi.