Mendikbud Anies Baswedan: Manusia Merdeka adalah Manusia Terdidik
Penulis : idris apandi
Mendikbud Anies Baswedan: Manusia Merdeka adalah Manusia Terdidik
Pada sambutan memperingati HUT RI ke-70 tanggal 17 Agustus 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menyatakan bahwa kemerdekaan bangsa dan negara ini diperjuangkan oleh manusia-manusia terdidik. Keterdidikan adalah kunci penting meraih kemerdekaan. Keterdidikan juga menjadi kunci penting untuk meraih kemajuan bangsa, dan untuk membuat bangsa kita lebih dari sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Selain itu, Mendikbud Anies Baswedan juga berpesan kepada guru-guru Se-Indonesia agar mendidik dengan sepenuh hati, dengan keluhuran budi pekerti, dan dengan kedalaman serta keluasan pengetahuan agar bisa menginspirasi dan menjadi teladan bagi peserta didik.
Pendidikan adalah modal utama sebuah bangsa. Ketika Jepang hancur lebur oleh Bom Atom yang dijatuhkan oleh tentara sekutu di Hiroshima dan Nagasaki tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, sang Kaisar menyanyakan jumlah guru yang masih tersisa. Mengapa Sang Kaisar bertanya demikian? Karena sang kaisar ingin membawa Jepang bangkit pascakekalahan pada Perang Dunia II dengan menjadikan pendidikan menjadi prioritas. Dan hasilnya terbukti, saat ini terbukti Jepang menjadi negara maju dan dikenal selalu menghasilkan berbagai inovasi yang berteknologi tinggi.
Keterdidikan para pejuang kemerdekaan yang dimotori oleh Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Haji Agus Salim, Sjahrir, dan tokoh-tokoh lainnya telah membawa Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia. Sebagai manusia terdidik, para pendiri bangsa tersebut tentunya mengatur berbagai strategi dan taktik untuk bisa berdiplomasi, memenangkan berbagai perundingan yang dilakukan baik sebelum Indonesia merdeka maupun pascaIndonesia merdeka hingga diakuinya kemerdekaan Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949.
Pasca Indonesia merdeka, tugas pemerintah tentunya melakukan pembangunan pada berbagai sektor termasuk sektor pendidikan. Kondisi saat ini tidak bisa dipungkiri, Indonesia harus mengejar ketertinggalannya pada sektor pendidikan dari negera-negara lain. Hasil penelitian Programme for International Student Assessment (PISA) menyebut, budaya literasi masyarakat Indonesia pada 2012 terburuk kedua dari 65 negara yang diteliti di dunia. Indonesia menempati urutan ke 64 dari 65 negara tersebut. Sementara Vietnam justru menempati urutan ke-20 besar.
Pada penelitian yang sama, PISA juga menempatkan posisi membaca siswa Indonesia di urutan ke 57 dari 65 negara yang diteliti. PISA menyebutkan, tak ada satu siswa pun di Indonesia yang meraih nilai literasi ditingkat kelima, hanya 0,4 persen siswa yang memiliki kemampuan literasi tingkat empat. Selebihnya di bawah tingkat tiga, bahkan di bawah tingkat satu.
Data statistik UNESCO 2012 yang menyebutkan indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya, setiap 1.000 penduduk, hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Angka UNDP juga mengejutkan bahwa angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen saja. Sedangkan Malaysia sudah 86,4 persen.
Selain untuk meningkatkan kualitas pendidikan berdasarkan data-data tersebut di atas, pemerintah masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah, yaitu memperbaiki sekolah-sekolah yang kondisinya rusak, pemenuhan kebutuhan guru di daerat 3T (Terluar, Terdalam, dan Tertinggal). Belum lagi peningkatan kompetensi guru dimana berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) rata-rat mencapai nilai 44,7 dari nilai minimal 60.
Menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada bulan Desember 2015, pemerintah Indonesia juga perlu mempersiapkan SDM-SDM yang berkualitas jangan sampai kalah bersaing dengan SDM-SDM dari negara-negara Asean dan Tiongkok.
Dalam konteks pendidikan, kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dimaknai sebagai kemerdekaan dari kebodohan dan keterbelakangan, karena salah satu tujuan berdirinya NKRI adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Indonesia mungkin sudah melewati “buta huruf jilid pertama” yaitu buta huruf baca dan tulis. Tetapi saat ini, masih banyak dihadapkan pada “buta huruf jilid kedua” yaitu masyarakat yang belum melek teknologi, informasi, dan komunikasi, belum membudayanya gerakan literasi (kebiasaan membaca dan menulis), serta budaya meneliti.
Berdasarkan kepada hal tersebut di atas, tugas pemerintah saat ini adalah memerdekakan rakyatnya dari Buta Huruf Jilid kedua agar bangsa Indonesia bisa menjadi manusia-manusia yang terdidik sehingga dapat berperan serta dalam pembangunan bangsa pada berbagai sektor. Selamat HUT RI Ke-70. Merdekaa...!!!